Saturday, October 24, 2009

Analisa Topologi Mesh dan Ring pada Jaringan Transport Optik Masa Depan

Kedua alternatif topologi ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa dan kajian agar pilihan topologi yang akan diterapkan dilapangan tepat dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang dengan biaya yang efisien. Dalam menentukan proteksi yang tepat di antara arsitektur ring dan mesh pada jaringan jaringan transport optik masa depan sangat tergantung pada strategi perencanaan. Bagaimana Perbandingan diantara keduanya?

Menentukan proteksi yang tepat di antara topologi ring dan mesh pada jaringan dengan teknologi DWDM sangat ditentukan oleh strategi perencanaan yang akan diterapkan. Pada suatu disain atau perencanaan jaringan perlu dianalisa dalam kondisi seperti bagaimana jaringan mesh dengan DXC/OXC Self-Healing menjadi lebih menarik dibandingkan sistem ring dengan SHR, atau sebaliknya.

A. Aspek Teknis

Arsitektur ring pada jaringan transport optik masa depan dimungkinkan dengan adanya perangkat OADM yang memiliki fungsi yang mirip dengan perangkat ADM pada jaringan SDH. Arsitektur ring memungkinkan penerapan fungsi self healing sehingga tingkat survivabilitas jaringan dapat mencapai 100 %, terutama jika diterapkan pada arsitektur dua fiber (unidirectional). Arsitektur ring ini secara otomatis akan menyiapkan path alternatif dalam konfigurasi ring, dan akan digunakan untuk menyalurkan trafik bila terjadi kegagalan pada fiber di jalur utama.

Gambar 1. Topologi DWDM Ring

Arsitektur mesh dimungkinkan melalui perangkat OXC yang memiliki fungsi mirip dengan perangkat DXC. Dengan Arsitektur mesh, fungsi dan restorasi sinyal-sinyal optik yang melalui titik simpul dapat juga diatur melalui jalur alternatif dengan menggunakan sistem ruting dan manajemen jaringan (perangkat lunak). Dengan arsitektur ini jumlah perangkat yang diperlukan di suatu tempat menjadi lebih sedikit, terutama di posisi/lokasi yang menjadi titik simpul. Ada berbagai macam kombinasi arsitektur mesh, salah satunya adalah kombinasi arsitektur mesh, ring, dan point-to-point, dimana titik cross connect berfungsi sebagai penghubung antar ring, dan atau antara sistem point-to-point ke ring.

Gambar 2. Topologi Mesh DWDM

Perbandingan relatif di antara arsitektur SHR dan DXC/OXC Self-Healing pada jaringan transport optik masa depan, terutama jika dilihat dari karakteristiknya adalah sebagai berikut:

· Ukuran jaringan.

Jaringan ring (SHR) merupakan jaringan dengan kapasitas terbatas, sedangkan ukuran jaringan mesh (DXC/OXC Self-Healing) dapat lebih besar dibandingkan SHR.

· Perangkat.

Perangkat yang digunakan dalam arsitektur ring adalah ADM/OADM, sedangkan untuk arsitektur mesh adalah DXC/OXC.

· Kapasitas

Secara umum, SHR mempunyai reliabilitas sistem yang lebih tinggi (mengacu pada kegagalan software), tetapi fleksibilitasnya kurang dalam penggunaan kapasitas spare dibandingkan DXC/OXC Self-Healing yang memerlukan kapasitas spare proteksi yang lebih sedikit. Hal ini berkaitan dengan tingkat penggunaan bersama kapasitas spare pada DCS Self-Healing.

· Konektivitas jaringan.

Untuk mencapai tingkat yang tinggi pada penggunaan bersama kapasitas spare, jaringan DXC/OXC Self-Healing memerlukan konektivitas jaringan yang lebih tinggi (yaitu mesh), tetapi biaya perangkatnya lebih tinggi (yaitu DXC/OXC) dibandingkan SHR yang menggunakan ADM.

· Waktu restorasi.

Sebelumnya Jaringan mesh memiliki kemampuan mekanisme self healing melalui perangkat cross connect < 200 ms. Saat ini baik ring maupun DXC Self-Healing dapat mencapai waktu restorasi sekitar 50 ms.

· Kompleksitas.

Teknik restorasi DXC tidak memerlukan fasilitas terdedikasi untuk proteksi, tetapi memerlukan skema kontrol untuk sistem operasi dan perencanaan yang lebih rumit serta membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai efisiensi dan restorasi sesudah kerusakan komponen jaringan.

Dilihat dari keunggulan dan kekurangannnya, maka keunggulan arsitektur ring akan merupakan kekurangan bagi arsitektur mesh, dan sebaliknya. Keunggulan arsitektur ring terletak pada:

· waktu restorasi jaringan hanya sekitar 50 ms, dan

· kompleksitas jaringan yang lebih rendah, karena tersedia fasilitas proteksi yang terdedikasi.

Keunggulan arsitektur mesh terdiri atas:

· ukuran jaringan yang bisa lebih besar, yaitu dengan adanya perangkat DXC, dibandingkan menggunakan arsitektur ring dengan ADM,

· kapasitas spare yang dapat digunakan secara efektif,

· konektivitas jaringan yang tinggi, karena adanya penggunaan bersama kapasitas spare, dan

· keandalan jaringan, yang relatif lama untuk memasuki masa exchausting.

Dengan keunggulan dan kekurangannya masing-masing, maka penerapan topologi mesh maupun ring haruslah didekati dari kebutuhan akan jaringan dan jenis proteksi yang akan dikembangkan agar didapat topologi yang efektif dan esifien dengan orientasi pemenuhan kebutuhan jangka panjang.

B. Aspek Populasi

Pemilihan metoda proteksi dalam Jaringan Transport Optik Masa Depan dapat didekati dengan cara pengelompokan daerah berdasarkan densitas dalam suatu target area implementasi.

Pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Daerah yang memiliki densitas populasi berlevel menengah dapat diterapkan proteksi berbasis ring

2. Daerah yang memiliki densitas populasi berlevel tinggi dapat diterapkan mekanisme proteksi berbasis mesh

3. Daerah yang memiliki densitas populasi berlevel rendah dapat diterapkan mekanisme proteksi berbasis point-to-point (linear).

Gambar 3. Topologi Jaringan Berdasarkan Populasi

C. Aspek Biaya

Salah satu aspek lain yang dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan topologi mesh atau ring yang akan diimplementasikan adalah aspek biaya dan ekonomi. Untuk mempermudah analisa dan simulasi umumnya digunakan tools yang akan mempermudah dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk mensimulasi. Dengan menggunakan asumsi-asumsi biaya dari perangkat:

· Signal Barrier/Aggregate STM-16 (OC-48).

· Biaya startup DXC (startup cost).

· Biaya startup ADM

· Biaya terminasi per-STM-1 untuk kedua sistem

· Biaya material serat dan penyambungan (fiber material dan splicing cost) per km per fiber pair.

· Biaya placement per km per fiber pair .

Dan asumsi-asumsi teknis seperti dibawah ini:

· jumlah node (n)

· Panjang setiap link (km).

· Pola demand (d) mesh dan ring untuk setiap pasangan demand.

· Jumlah total pasangan demand mesh ditentukan dengan rumus n(n-1)/2

· Jumlah core fiber dalam satu kabel

· Rasio spare dan proteksi

Sedangkan Total equipment cost dari mesh DXC network, dilambangkan dengan CDCS, mempunyai rumus sebagai berikut :

CDCS = n x { CDg + CDt x [ (1+q) x (n-1) x (d) x (1+p) ] }

Dan untuk ring:

CR = NR x n x [CNRg + CRt x ( d x (n-1) / NR ) ]

Dengan NR adalah:

NR = | (d) x n x (n-1) / ( 2 x N) |

Dengan menggunakan rumus diatas telah diperoleh proyeksi perbandingan antara kedua topologi menggunakan asumsi yang ada. Gambaran yang diperoleh adalah seperti pada gambar 4. Ditunjukkan bahwa bahwa rasio biaya mesh dibanding ring akan semakin mengecil seiring bertambahnya jumlah node. Dengan kata lain toplogi mesh akan semakin efisien dari sisi harga jika jumlah nodenya semakin besar. Sedangkan hubungannya terhadap faktor d (alokasi demand antara node) dari gambar tersebut jelas terlihat bahwa semakin besar nilai d, maka rasio Mesh terhadap ring akan semakin kecil, yang berarti pula biaya akan semakin efisien dengan menggunakan topologi mesh.

Gambar 4. Rasio Biaya Mesh/Ring

Hasil diatas diperoleh dengan menggunakan berbagai asumsi dan pendekatan, lalu bagaimana dengan jaringan real, apakah akan berlaku sama seperti kesimpulan diatas?. Tentu hal ini memerlukan analisa dan simulasi lebih lanjut. Untuk itu tentu diperlukan tool yang baik untuk melakukan perencanaan dan analisa topologi jaringan yang tepat.

Kesimpulan

Kedua alternatif topologi ini memiliki spesifikasi masing-masing dilihat dari aspek teknis, popoulasi dan implementasi yang sangat dipengaruhi pula oleh jumlah node dan pola trafik yang direncanakan. Faktor-faktor tersebut akan berimplikasi pada biaya yang tidak kecil. Untuk meminimisasi implementasi dengan toplogi yang membutuhkan biaya yang sangat besar faktor perencanaan terutama secara teknis harus baik dan mempertimbangkan: jumlah node (n), Panjang setiap link (km), Pola demand, Jumlah total pasangan demand, Jumlah core fiber dalam satu kabel dan Rasio spare dan proteksi.

Akhmad Ludfy, Penulis adalah salah seorang engineer lab transport – TELKOM RisTI- PT TELKOM yang terlibat dalam kegiatan assessment teknologi jaringan transport, khususnya jaringan optik dan jaringan data. Dilibatkan dalam beberapa proyek antara lain: strategi Implementasi softswitch TELKOM, Penyusunan Standard System dan Rilis Teknologi Softswitch.

Referensi:

1. Rekomendasi ITU-T Seri G.957.

2. Rekomendasi ITU-T Seri G.692.

3. Mencapai Reliability Five Nine’s Untuk Softswitch, Akhmad Ludfy, Gematel 2005

4. Sistem Proteksi Transmisi NGN, Akhmad Ludfy, Gematel 2005

5. Perbandingan Teknologi Mesh & Ring, Akhmad Ludfy & Mustapa Wangsaatmadja, 2002

6. Mike Sexton & Andy Reid, Transmission Networking: SONET and The Synchronous Digital Hierarchy, Artech House Boston London, 1992.

7. Riset Strategi Evolusi PSTN Ke NGN, 2002, RisTI-ITB
Share:

0 comments:

Post a Comment

Followers

Total Pageviews

Definition List

Unordered List

Support